-
CITRA WISATA PANGANDARAN TERGANTUNG PENANGANAN SAMPAH...? bisakah...pangandaran?
PENANGANAN SAMPAH
DI KABUPATEN PANGANDARAN
HARUS BENAR BENAR SERIUS
Abstrak :hasil dari analisis termasuk dari beberapa sumber penulis berkesimpulan bahwa penangan ini harus di siapakan
A sumberdaya Manusianya sudah ada kah ?
B many/uang yang harus di siapkan tanpa uang tidak akan jalan,
C Mesinnya ( mobil/dam truk beko semuanya harus tersedia sekarang,,,,? nyaris tinggal onngok terakhir
D Matrialnya yaitu penunjang sarana kerja yang lain,
Saya berharapa dinas cipta karya dan PU berbenah diri, TPS harus disiapkan termasuk instalasi limbah tinja nya,dan harus segera usulkan TPA yang reserpentatif..beli lahan segera jangan larut larut soalnya pangandaran ini besar loh ujar seorang pengusaha mebel.menggebu gebu.saya berharap sih khusus KEBERSIHAN tolong di utamakan kalau mau Pangandaran jadi daerah tujuan wisata yang mendunia,ya.. tergantung kebersihannya,itu mukanya ya harus di kelola propesional ya minimal sama yang ahlinya lah seperti langsung di pegang oleh KANTOR kebersihan dan Petamanan,atau di pegang oleh Dinas...,jangan kasi hehe.. ga ngarug itu,ya liat sekrang,...pangandaran, sampah di mana saja ada..belum tersentuh maksimal...tp saya yakin kedepan bisa..yang menjabat sekarang saya yakin bisa,betul itu...insa allah,ujarmyaA. Gambaran Umum Daerah
1. Kondisi Geografi Daerah
Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru di Provinsi Jawa Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat, letaknya berada di bagian selatan Provinsi Jawa Barat, yang jaraknya dari ibukota Provinsi + 236 km. Secara geografis Kabupaten Pangandaran mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Desa Ciulu, Desa Pasawahan, Desa Cikupa Kecamatan Banjarsari, Desa Sidarahayu Kecamatan Purwadadi, Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis dan Desa Citalahab Kecamatan Karangjaya, Desa Cisarua Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya.
- Sebelah Timur : Desa Tambaksari, Desa Sidanegara, Desa Rejamulya Kecamatan Kedungreja, Desa Sidamukti, Desa Patimuan, Desa Rawaapu, Desa Cinyawang, Desa Purwodadi Kecamatan Patimuan Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah.
- Sebelah Selatan : Samudera Hindia.
- Sebelah Barat : Desa Pasangrahan Kecamatan Cikatomas, Desa Neglasari, Desa Tawang, Desa Panca Wangi, Desa Mekarsari Kecamatan Pancatengah, Desa Cimanuk Kecamatan Cikalong, Desa Mulyasari Kecamatan Salopa Kabupaten Tasikmalaya.
Topografi Kabupaten Pangandaran terdiri dari daerah dataran rendah dan perbukitan yang terletak di 2 (dua) kecamatan yaitu Padaherang dan Mangunjaya, perbukitan dan dataran rendah berpantai terletak di 6 (enam) kecamatan yaitu Kalipucang, Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cijulang dan Cimerak, serta daerah dataran tinggi perbukitan dengan topografi bergelombang yang terletak di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Langkaplancar dan Cigugur.
• Luas Wilayah
Luas wilayah Kabupaten Pangandaran secara keseluruhan mencapai 168.509 Ha yang terdiri dari Luas Daratan 101.169 Ha dan Luas Pantai 67.340 Ha.
Luas daratan dipergunakan untuk :
a. Sawah : 16.426,00 Ha
b. Hutan : 27.764,17 Ha
c. Lahan Kering Lainnya : 56.978,83 Ha
• Wilayah Administratif
Secara administratif, wilayah Kabupaten Pangandaran terdiri atas 10 kecamatan yang mencakup 93 desa, 426 Dusun, 904 RW dan 3.117 RT.
TABEL LUAS WILAYAH KABUPATEN PANGANDARAN
NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (Km²)
1 2 3
1 Padaherang 119 Km²
2 Mangunjaya 33 Km²
3 Kalipucang 137 Km²
4 Pangandaran 61 Km²
5 Sidamulih 78 Km²
6 Parigi 98,04 Km²
7 Cijulang 93,16 Km²
8 Cimerak 118,18 Km²
9 Cigugur 97 Km²
10 Langkaplancar 177,19 Km²
Jumlah 1011,57 Km²TABEL JUMLAH DESA/KELURAHAN, DUSUN, RW & RT KABUPATEN PANGANDARAN TAHUN 2013
Kecamatan Desa/
Kelurahan Dusun RW RT
[1] [2] [3] [4] [5]
01 Cimerak 11 51 98 349
02 Cijulang 7 38 92 252
03 Cigugur 7 39 63 194
04 Langkaplancar 16 65 110 385
05 Parigi 10 53 121 396
06 Sidamulih 7 32 68 255
07 Pangandaran 8 31 87 333
08 Kalipucang 9 29 77 278
09 Padaherang 14 60 142 443
10 Mangunjaya 5 28 46 232
Kabupaten Pangandaran 93 426 904 3117
Pertambahan penduduk yang disertai dengan tingginya arus urbanisasi ke perkotaan telah menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola setiap hari. Hal tersebut bertambah sulit karena keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Pengangkutan sampah ke TPA juga terkendala karena jumlah kendaraan yang kurang mencukupi dan kondisi peralatan yang telah tua. Masalah lainnya adalah pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan.Beberapa kegiatan perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, diantaranya : (1) melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metoda pembuangannya, (2) merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir), (3) memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungsi operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan, (4) menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat tercapai program zero waste pada masa mendatang, (5) melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe pelanggan (6) mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan.
I.PendahuluanSalah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan adalah penanganan masalah persampahan. Berdasarkan data-data BPS tahun 2000, dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 %, yang dibakar sebesar 37,6 % , yang dibuang ke sungai 4,9 % dan tidak tertangani sebesar 53,3 %.1
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat telah menyebabkan timbulan sampah pada perkotaan semakin tinggi, kendaraan pengangkut yang jumlah maupun kondisinya kurang memadai, sistem pe ngelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, dan belum diterapkannya pendekatan reduce, reuse dan recycle (3 R).
1 Infrastruktur Indonesia Sebelum, Selama dan Pasca Krisis, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana
Bappenas, Oktober 2002
Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pernafasan, sedangkan dampak tidak langsungnya diantaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai.Salah satu tujuan wisata Indonesia pernah diberitakan dalam media cetak asing sebagai kawasan tidak sehat karena persampahan yang tidak ditangani secara serius. Berita tersebut mencuat karena dalam satu kurun waktu, beberapa turis mancanegara terserang penyakit kolera sehingga perlu diterbangkan kembali ke negaranya.
Kondisi pada perkotaan yang diuraikan tersebut diatas relatif berbeda dengan kondisi di perdesaan yang umumnya tidak menghadapi permasalahan dalam penanganan persampahan. Ketersediaan lahan diperdesaan masih cukup luas mempermudah masyarakat desa mengelola sendiri persampahan yang ditimbulkannya.
Uraian diatas merupakan kondisi saat ini yang tidak bisa dilepaskan dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penanganan sampah yang telah dilakukan oleh pemerintah pada masa lalu.
Tabel 1. Cakupan Pelayanan Persampahan di Indonesia
No Propinsi Penduduk Jumlah Cakupan Pelayanan
Kota (Jiw a) Kota Jumlah (jiwa) Proporsi (%)
A Sumatera 17.884.336 100 8.218.197 46,0
1 Nangroe Aceh Darussalam 1.636.288 13 877.443 53,6
2
3 Sumatera Utara
Sumatera Barat 6.940.581
1.810.884 26
13 2.208.142
1.330.360 31,8
73,5
4 Riau 1.432.729 11 1.043.214 72,8
5 Jambi 1.214.291 11 463.028 38,1
6 Sumatera Selatan 2.380.358 13 835.891 35,1
7 Bengkulu 394.367 4 275.418 69,8
8 Lampung 2.074.838 9 1.184.701 57,1
B Jawa -Bali 75.049.732 148 21.294.350 28,4
1 DKI Jakarta 12.506.352 1 7.567.450 60,5
2 Jawa Barat 32.902.780 48 6.208.875 18,9
3 Jawa Tengah 12.221.214 37 2.468.305 20,2
4 DI Yogyakarta 856.319 6 386.248 45,1
5 Jawa Timur 14.597.730 45 4.020.317 27,5
6 Bali 1.965.337 11 643.155 32,7
C Kalimantan 5.259.688 45 1.806.718 34,4
1 Kalimantan Barat 1.016.552 12 517.094 50,9
2 Kalimantan Tengah 1.012.156 14 183.124 18,1
3 Kalimantan Timur 1.883.453 8 556.483 29,5
4 Kalimantan Selatan 1.347.527 11 550.017 40,8
D Sulawesi 6.103.336 62 2.228.856 36,5
1 Sulawesi Utara 1.548.496 11 739.880 47,8
2 Sulawesi Tengah 635.055 15 167.592 26,4
3 Sulawesi Selatan 3.544.560 28 1.128.703 31,8
4 Sulawesi Tenggara 375.225 8 192.681 51,4
E Lainnya 5.115.469 29 1.582.065 30,9
1 Nusa Tenggara Barat 2.721.435 6 193.850 7,1
2 Nusa Tenggara Timur 1.074.866 6 593.116 55,2
3 Maluku 506.772 5 326.158 64,4
4
5 Maluku Utara
Papua 176.298
636.098 2
10 40.293
428.648 22,9
67,4
Sumber: Data dan Informasi Umum. Pembangunan Perkotaan dan Perdesaan, Ditjen TPTP, Dep. Kimpraswil,
2001Dari beberapa PELITA yang telah dilaksanakan, melalui proyek Integrated Urban Infrastructure Development Project (IUIDP) pemerintah telah mengalokasikan sejumlah dana untuk menangani masalah persampahan, namun demikian jumlah alokasi tersebut dianggap belum cukup untuk mengatasi permasalahan yang ada. Dalam program Integrated Urban Infrastructure Development Project (UIDP), dana yang dialokasikan untuk menangani persampahan hanya mencapai 6% dari keseluruhan biaya proyek. Jumlah tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan dana yang telah dipergunakan untuk menangani air minum dan transportasi yang jumlahnya mencapai 60% dari biaya proyek.
II. Permasalahan Persampahan Ditinjau dari Berbagai Aspek
Beberapa aspek yang perlu didekati dalam pengelolaan persampahan adalah aspek teknik, aspek kelembagaan dan aspek keuangan dan manajemen. Uraian dibawah ini akan membahas aspek - aspek tersebut.
II.1 Aspek teknik
Hal pertama yang perlu diketahui dalam mengelola persampahan adalah karakter dari sampah yang ditimbulkan oleh masyarakat perkotaan.berbagai karakter sampah perlu dikenali, dimengerti dan difahami agar dalam menyusun sistem pengelolaan yang dimulai dari perencanaan strategi dan kebijakan serta hingga pelaksanaan penanganan sampah dapat dilakukan secara benar. Karakter sampah dapat dikenali sebagai berikut: (1) tingkat produksi sampah, (2) komposisi dan kandungan sapah, (3) kecenderungan perubahannya dari waktu ke waktu. Karakter sampah tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran serta gaya hidup dari masyarakat perkotaan. Oleh karena itu sistem pengelolaan yang direncanakan haruslah mampu mengakomodasi perubahan -perubahan dari karakter sampah yang ditimbulkan. Perbandingan rata-rata sampah yang ditimbulkan oleh setiap penduduk di Jakarta adalah sebanyak 0,8 kg/hari, di Bangkok sebanyak 0,9 kg/hari, di Singapura 1,0 kg/hari dan di Seoul sebanyak 2,8 kg/hari 2.
Pengumpulan sampah pada lokasi timbulan sampah merupakan hal selanjutnya yang perlu diketahui, berbagai permasalahan pada kegiatan pengumpulan sampah antara lain banyaknya timbunan sampah yang terkumpul tapi tidak tertangani (diangkut/ditanam) sehingga pada saat sampah ters ebut menjadi terdekomposisi dan menimbulkan bau yang akan mengganggu pernafasan dan mengundang lalat yang merupakan pembawa dari berbagai jenis penyakit. Tempat sampah yang memadai menjadi hal yang sangat langka pada kawasan yang padat penduduknya. Sungai dianggap merupakan salah satu tempat pembuangan sampah yang paling mudah bagi masyarakat perkotaan. Hal tersebut dilakukan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi
2 Water Supply and Sanitation Sector Review, Strategy and Action Plan Preparation, RWSG-EAP, BAPPENAS, 1995
kemudian, memang untuk sementara sampah yang dihasilkan tidak tertimbun pada lokasi penimbunan sampah tetapi untuk jangka panjang akan menyebabkan berbagai masalah yang tidak kalah besarnya.Kegiatan selanjutnya adalah berkaitan dengan pengangkutan sampah dari tempat timbulan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Pengangkutan sampah umumny a dilakukan dengan mengunakan gerobak atau truk sampah yang dikelola oleh kelompok masyarakat maupun dinas kebersihan kota. Beberapa hal yang terjadi pada pengangkutan sampah tersebut adalah ceceran sampah maupun cairannya sepanjang rute pengangkutan, atau terhalangnya arus trasportasi akibat truk sampah yang digunakan oleh dinas kebersihan kota mengangkut sampah.
Pada beberapa daerah yang padat penduduknya TPS sangat kecil dan tidak cukup untuk menampung sampah yang ditimbulkan. Hal tersebut akan mengakibatkan timbunan sampah yang tidak terangkat, dan bila terdekomposisi akan menimbulkan bau dan akan mengundang lalat.
Pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir merupakan kegiatan selanjutnya yang perlu dipikirkan. Memindahkan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara yang hanya ditimbun dan tidak ditempatkan pada tempat penampungan akan menyebabkan kesulitan pada saat memindahkan sampah tersebut. Proses pemindahan tersebut harus dilakukan cepat agar tidak menggangu kelancaran lalulintas dan penggunaan truk pengangkut menjadi efisien.
Pengangkutan dari TPS ke TPA banyak yang dilakukan dengan menggunakan truk bak terbuka dan sudah bocor, sehingga sering terjadi sampah dan cairan sampah yang diangkut tersebar disekitar rute perjalanan. Hal ini menjadikan keindahan kota tergangu karena sampah tercecer dan bau yang ditimbulkan akan menggangu pernafasan.
Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan, ritasi truk pengangkut menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk pengangut akan meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut akan semakin pendek.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah waktu tempuh ke TPA, jarak tempuh dan kondisi jalan yang kurang memadai menyebabkan waktu tempuh menjadi lama, sulitnya memperoleh lahan yang sesuai untuk TPA pada kawasan perkotaan menyebabkan waktu dan jarak tempuh ke TPA menjadi lebih lama dan lebih panjang.
Hal terakhir dari aspek teknis yang perlu diketahui adalah TPA. Semakin banyaknya volume sampah yang dibuang akan memerlukan TPA yang lebih luas. Sebagai konsekuensinya diperlukan tanah yang luas sebagai tempat pembuangan dan tanah penimbun sampah di TPA . Para ahli lingkungan merekomendasikan agar pengelolaan TPA menggunakan sistem sanitary landfill, namun demikian dari sekian banyak TPA yang ada, umumnya menggunakan sistem open dumping atau controlled dumping. Baru sedikit kota yang telah menerapkan sistem sanitary landfill.
Tabel 2 Sistem Pembuangan Akhir
No. Kota Sistem Pengolahan Jenis Kota
1 Medan Open dumping Metropolitan
2 Palembang Open dumping Metropolitan
3 Jakarta Controlled landfill Metropolitan
4 Bandung Controlled landfill Metropolitan
5 Semarang Controlled landfill Metropolitan
6 Surabaya Controlled landfill Metropolitan
7 Ujung Pandang Open dumping Metropolitan
8 Padang Controlled landfill Besar
9 Bandar Lampung Open dumping Besar
10 Bogor Open dumping Besar
11 Surakarta Open dumping Besar
12 Malang Controlled landfill Besar
13 Langsa Open dumping Sedang
14 Pematang Siantar Open dumping Sedang
15 Tebing Tinggi Open dumping Sedang
16 Jambi Open dumping Sedang
17 Batam Open dumping Sedang
18 Pangkal Pinang Open dumping Sedang
19 Purwakarta Open dumping Sedang
20 Cianjur Open dumping Sedang
21 Garut Open dumping Sedang
22 Magelang Sanitary landfill Sedang
23 Yogyakarta Controlled landfill Sedang
24 Madiun Open dumping Sedang
25 Banyuwangi Open dumping Sedang
26 Palangkaraya Open dumping Sedang
27 Pontianak Controlled landfill Sedang
28 Balikpapan Controlled landfill Sedang
29 Banjarmasin Controlled landfill Sedang
30 Pare -pare Open dumpin g Sedang
31 Bitung Open dumping Sedang
32 Palu Open dumping Sedang
33 Denpasar Controlled landfill Sedang
34 Ambon Open dumping Sedang
35 Kupang Open dumping Sedang
36 Mataram Open dumping Sedang
37 Batu Sangkar Open dumping Kecil
38 Bandar Jaya Open dumping Kecil
39 Pendeglang Open dumping Kecil
40 Sukoharjo Open dumping Kecil
41 Pacitan Controlled landfill Kecil
42 Kandangan Open dumping Kecil
43 Bantaeng Open dumping Kecil
44 Watansoppeng Open dumping Kecil
45 Singaraja Open dumping Kecil
46 Manokwari Open dumping Kecil
Sumber : JICA and PT. Arconin, Report on Solid Waste Data in Indonesia
Penanganan TPA yang tidak bijaksana tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan karena bau yang ditimbulkan dari sampah yang terdekomposisi, bau tersebut kemudian akan mengundang lalat yang dap at menyebabkan berbagai penyakit menular. Selain hal tersebut tanah maupun air permukaan dan air bawah tanah terkontaminasi oleh cairan lindi yang timbul karena TPA tidak dilengkapi dengan kolam pengolah lindi. Hal tersebut menyebabkan kesulitan bagi
pengelola persampahan untuk menyediakan lahan yang akan digunakan sebagai TPA karena umumnya penduduk setempat akan menolak bila sekitar daerahnya akan digunakan sebagai TPA.II.2 Aspek Kelembagaan
Pada beberapa kota umumnya pengelolaan persampahan dilakuk an oleh dinas kebersihan kota. Keterlibatan masyarakat maupun pihak swasta dalam menangani persampahan pada beberapa kota sudah dilakukan untuk beberapa jenis kegiatan. Masyarakat banyak yang terlibat pada sektor pengumpulan sampah di sumber timbulan sampah, sedangkan pihak swasta umumnya mengelola persampahan pada kawasan elit dimana kemampuan membayar dari konsumen sudah cukup tinggi.
Umumnya dinas kebersihan selain berfungsi sebagai pengelola persampahan kota, juga berfungsi sebagai pengatur, pengawas, dan pembina pengelola persampahan. Sebagai pengatur, Dinas Kebersihan bertugas membuat peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh operator pengelola persampahan. Sebagai pengawas, fungsi Dinas kebersihan adalah mengawasi pelaksanaan peraturan -peraturan yang telah dibuat dan memberikan sangsi kepada operator bila dalam pelaksanaan tugasnya tidak mencapai kinerja yang telah ditetapkan, fungsi Dinas kebersihan sebagai pembina pengelolaan persampahan, adalah melakukan peningkatan kemampuan dari operator. Pembinaan tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan maupun menyelenggarakan kegiatan -kegiatan yang melibatkan masyarakat untuk mendapatkan umpan balik atas pelayanan pengelolaan persampahan.
Tumpang tindihnya fungsi-fungsi tersebut menjadikan pengelolaan persampahan menjadi tidak efektif, karena sebagai pihak pengatur yang seharusnya mengukur kinerja keberhasilan pengelolaan sampah dan akan menerapkan sangsi bila pihak operator tidak dapat dilakukan karena pihak operator tersebut tidak lain adalah dirinya sendiri. Dengan demikian kinerja operator sulit diukur dan pelayanan cenderung menurun.
II.3 Aspek Keuangan dan Manajemen
Pada kawasan perkotaan dimana dinas kebersihan menjadi pengelola persampahan, dana untuk pengelolaan tersebut berasal dari pemerintah daerah dan retrribusi jasa pelayanan persampahan yang berasal ari konsumen.
Pada umumnya ketersediaan dana pemerintah untuk menangani persampahan sangat kecil, demikian juga retribusi yang diperoleh dari konsumen juga sedikit. Rata -rata retribusi yang diperoleh dinas kebersihan pada kota-kota besar adalah Rp.1500 - 3600 /bulan/konsumen 3. Jumlah perolehan retribusi tersebut masih jauh dari biaya pemulihan yang diperlukan untuk mengelola pelayanan sampah. Untuk menarik retribusi tersebut sering digunakan jasa petugas - petugas dari penyedia jasa lainnya, seperti PLN, PDAM. Hal tersebut disebabkan karena jumlah
3 Water Supply and Sanitation Sector Review, Strategy and Action Plan Preparation, RWSG-EAP, BAPPENAS, 1995
perolehan dari retribusi kecil dan tidak menguntungkan bila menggunakan staf dinas kebersihan untuk menarik retribusi tersebut.Hasil retribusi yang diperoleh dari pelayanan pengelolaan sampah akan semakin kecil karena banyak retribusi yang tidak tertagih, hal ini menjadi semakin sulit karena enforcement terhadap penunggak retribusi tersebut tidak dilakukan, bila enforcement tersebut tidak juga dilakukan maka kecenderungan pelanggan tidak membayar akan meningkat..
III. Pengelolaan Persampahan Secara Tepadu
Melihat permasalahan diatas, untuk mengelola persampahan hal pertama yang harus diperhatikan adalah kebijakan dari pemerintah yang dibuat dengan pendekatan menyeluruh sehingga dapat dijadikan payung bagi penyusunan kebijakan ditingkat pusat maupun daerah. Belum adanya kebijakan pemerintah tersebut menyulitkan pengelolaan persampahan. Kebijakan strategis yang telah ditetapkan oleh pemerintah baru pada tahap aspek teknis yaitu dengan melakukan pengurangan timbulan sampah dengan menerapkan Reduce, Reuse dan Recycle ( 3 R ), dengan harapan pada tahun 2025 tercapai "zero waste".
Pendekatan pengelolaaan persampahan yang semula didekati dengan wilayah administrasi, dapat diubah dengan melalui pendekatan pengelolaan persampahan secara regional dengan menggabungkan beberapa kota dan kabupaten dalam pengelolaan persampahan. Hal ini sangat menguntungkan karena akan mencapai skala ekonomis baik dalam tingkat pengelolaan TPA, dan pengangkutan dari TPS ke TPA.
Berbagai prinsip yang perlu dilakukan dalam menerapklan pelaksanaan pengelolaan persampahan secara regional ini adalah sebagai berikut:
1. Membentuk peraturan daerah bersama yang mengatur pengelolan persampahan. Peraturan tersebut berisi berbagai hal dengan mempertimbangkan aspek hukum dan kelembagaan, teknik, serta aspek keuangan;
2. Dari aspek kelembagaan telah ada pemisahan peran yang jelas antara pembuat peraturan, pengatur/pembina dan pelaksana (operator). Dengan adanya pemisahan yang jelas ini, diharapkan penerapan peraturan dapat dilakukan dengan optimal termasuk unsur pembinaan yang berupa sangsi-sangsi yang tegas.
3. Dari aspek teknis telah diterapkan beberapa indikator-indikator pelayanan, antara lain :
a. Tidak terdapat timbunan sampah pada tempat terbuka;
b. Pengumpulan sampah harus dilakukan secepat mungkin dan menjangkau seluruh
kawasan perkotaan termasuk kawasan rumah tinggal, niaga, fasilitas umum dan tempat - tempat wisata;
c. Sampah hanya dikumpulkan pada TPS atau kontainer sampah yang telah ditentukan;
d. Sampah yang terkumpul pada TPS harus sudah diangkat ke TPA dalam waktu yang kurang dari 24 jam;
e. Pengangkutan dari TPS dan dibuang ke TPA harus tidak menyebabkan kemacetan lalulintas serta tidak menimbulkan ceceran sampah maupun cairannya di sepanjang jalan;
f. Pengoperasian TPA dilakukan dengan sistem sanitary landfill ;
g. Mengoptimalkan manfaat nilai tambah dari sampah dengan menerapkan daur ulang atau melakukan pengomposan.
4. Dari aspek keuangan, indikator minimal yang harus diterapkan adalah Biaya untuk pengelolaan persampahan harus menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost receovery ), dan sedapat mungkin menghindari dana subsidi dari pemerintah.Untuk menerapkan indikator tersebut diatas dapat dilakukan beberapa hal pada tahapan pengelolaan persampahan, yaitu:
1. Pada tahap pengumpulan sampah disumber timbulan harus menerapkan program penghematan lahan TPA yaitu dengan melakukan pemisahan jenis-jenis sampah (smpah organik dan non organik). Untuk dapat melaksanakan pemisahan ini perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut : konsumen perlu menyediakan tempat sampah yang terpisah untuk sampah yang organik dan non organik, melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi pemisah sampah di sumber timbulan. Pengatur perlu membuat Peraturan Daerah yang mengatur tentang pelaksanaan pemisahan jenis sampah, disertai dengan enforcement yang ketat. Untuk kawasan fasilitas umum perlu ada operator pengumpulan sampah, yang ditunjuk oleh badan pengatur dan pembiayaannya dilakukan melalui subsidi silang dari kawasan komersial atau domestik, atau melalui subsidi pemerintah daerah yang diberikan dengan cara pelelangan, dimana operator yang paling rendah meminta subsidi pemerintah daerah akan ditunjuk sebagai pengelola persampahan di kawasan fasilitas umum,
2. Tempat pembuangan sementara sedapat mungkin dilakukan dengan menggunakan kontainer
tertutup agar mudah diangkut sehingga penggunaan truk akan semakin efisien dan tidak menimbulkan kemacetan lalu lintas pada saat pemindahan sampah dari TPS ke truk pengangkut. Truk harus didisain Hal tersebut akan meningkatkan biaya investasi tetapi biaya operasi dan perawatan serta biaya sosial yang ditimbulkan dapat ditekan menjadi lebih rendah,
3. Dengan menggunakan kontainer sebagai TPS maka, truk pe ngangkut yang digunakan haruslah yang sesuai dengan kontainer tersebut. Dengan demikian pemindahan sampah dari TPS cukup dilakukan dengan mengangkat kontainer yang terlah disediakan. Hak ini akan mempersingkat waktu pemindahan sampah dari TPS ke TPA.Temp at pembuangan akhir (TPA) yang direkomendasikan oleh para ahli dengan menggunakan sistem sanitary landfill dapat dilengkapi dengan sarana pengomposan dan pemanfaatan sampah menjadi bahan baku daur ulang. Sisa sampah yang tidak dapat didaur ulang ataupun dibuat menjadi kompos kemudian dibakar dan disimpan dalam kolam sanitary landfill. Proses ini dapat dinamakan Instalasi pengolahan sampah terpadu (IPST)
Proses daur ulang, produksi kompos dan pembakaran tersebut bertujuan untuk memperkecil volume sampah yang dihasilkan, sehingga pembuangan sampah pada kolam sanitary landfill dapat diperkecil dan akhirnya dapat menghemat penggunaan lahan TPA.
Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan beberapa macam teknologi, diantaranya menggunakan salah satu metodologi dibawah ini;
a. metodologi aerasi;
b. metodologi turning over bahan kompos (membolak balik bahan kompos)
c. metodologi open air atau reactor based.
Sumber Timbulan
SampahSwakelola / Prakarsa
Masyarakatproses Pemisahan
Proses Pemilahan
Sampah Organik Sampah Anorganik
Layak Kompos
INSTALASI KOMPOS
Tak Layak Kompos Tak Layak Daur
Ulang
Layak Daur Ulang
Residu
Sanitary
Abu Pilihan
Landfill
Campuran
icinerator
Produk
Kompos
Produk Lain Bahan Daur
Ulang
Gambar 1. Bagan Alur Sampah IPST/TPA
Pemilihan jenis metodologi yang tepat perlu mempertimbangkan beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut;
1. proses yang digunakan haruslah ramah ters hadap lingkungan;
2. Biaya investasi tidak terlalu tinggi/ terjangkau;
3. Biaya operasional dan perawatan pembuatan kompos cukup murah;
4. Kualitas kompos yang dihasilkan cukup baik dibandingkan dengan pupuk kimia buatan;
5. Harga kompos dapat terjangkau oleh masyarakat dan penggunaannya dapat bersaing dengan pupuk kimia buatan;
6. Menggunakan tenaga kerja yang bersifat padat karya.Rendahnya perhatian yang diberikan terhadap masalah persampahan terbukti dengan kecilnya anggaran yang disediakan bagi penanganan persampahan ini. Sementara disisi lain, penghasilan yang didapat dari pelayanan persampahan masih jauh dari tingkat yang memungkinkan terjadinya pemulihan biaya agar penanganan dapat mandiri dan berkelanjutan.
Dalam kaitan tersebut perlu kiranya dipersiapkan langkah-langkah strategis, melalui penelusuran kemungkinan penerapan tarif progresif, dimana tarif dikenakan atas dasar volume sampah yang dibuang pelanggan atau penimbul baik domestik, industri, maupun komersial. Dengan landasan penerapan tarif seperti itu, maka dimungkinkan adanya insentif bagi operator dalam melakukan perhitungan jumlah volume yang dibuang dengan. tarif retribusi yang ditarik.
Struktur tarif retribusi yang berlaku pada umumnya dirasakan masih konvensional dan belum memungkinkannya adanya subsidi diantar pelanggan sebagaimana yang telah dilaksanakan pada sistem pelayanan publik yang lain seperti air minum dan listrik. Struktur tarif tersebut perlu disesuaikan dengan berpegang pada prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) dan juga dengan dasar yang berkeadilan, Dalam hal ini perlu dilakukan perbedaan struktur tarif diantara domestik, industri dan komersial dengan melihat kemungkinan adanya silang pembiayaan dari tipe pelanggan satu terhadap yang lain. Hal yang perlu menjadi dasar pembedaan struktur tarif ini adalah adanya ability to pay dan willingness to pay yang berlainan dari masing-masing tipe pelanggan. Dengan melakukan silang pembiayaan akan dapat menciptakan insentif diantara pelanggan tanpa membebani operator secara berlebihan, sehingga tarif retribusi bagi masyarakat kurang mampu masih dapat terjangkau.
Penerapan subsidi seperti yang dikemukakan diatas perlu dikaji lebih mendalam agar kebijakan atas subsidi tersebut tidak salah sasaran. Subsidi dalam jasa pelayanan hanya dan harus diberlakukan kepada golongan dengan kemampuan membayar yang rendah. Satu contoh yang menarik diambil dari konsep kebijakan subsidi tarif air minum oleh Pemerintah Chili, dimana para operator dikompetisikan untuk mendapatkan dana subsidi yang dibayarkan oleh Pemerintah sehingga subsidi tersebut menjadi bagian dari insentif yang diberikan kepada operator.
IV. Kesimpulan
Persampahan telah menjadi suatu agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indo nesia. Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi telah meningkatkan jumlah sampah di perkotaan dari hari keharinya. Keterbatasan
kemampuan Dinas Kebersihan dalam menangani permasalahan tersebut menjadi tanda awal dari semakin menurunnya sistem penanganan permasalahan tersebut. Hal ini semakin sulit karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, dan terkendala jumlah kendaraan serta kondisi peralatan yang telah tua. Belum lagi pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan.Kekurangpedulian penanganan persampahan ini dapat terlihat dari kecilnya anggaran yang disediakan untuk menangani permasalahan persampahan ini. Sementara disisi lain, penghasilan yang didapat dari pelayanan persampahan masih jauh dari tingkat yang memungkinkan adanya penanganan yang mandiri dan berkelanjutan. Sistem pentarifan dalam bentuk retribusi masih konvensional dan tidak memungkinkan adanya insentif bagi operator .
Untuk memahami permasalahan tersebut, perlu dilihat beberapa aspek yang menaungi sistem pengelolaan persampahan tersebut, meliputi :
1) aspek teknis,
2) aspek kelembagaan, dan
3) aspek manajemen dan keuangan. Dengan melakukan peninjuan beberapa aspek diatas, dapat disimpulkan perlunya suatu rencana tindak (action plan) yang meliputi :
1) melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metoda pembuangannya,
2) merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir),
3) memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungsi
4) operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan,
5) menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat tercapai program zero waste pada masa mendatang,
6) melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe pelanggan
7) mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan.by sumber
Cucu Kurniawan, S.Ip, M.Si/darmo/h eno/teddy s
Informasi Wisata Lainnya
-
5 Alasan Mengapa Pangandaran Harus Dikunjungi
Jika Anda sedang mencari destinasi liburan yang menawarkan pemandangan alam yang memukau, berbagai aktivitas seru, serta kuliner lezat, maka Pangandaran adalah pilihan yang tepat.
-
7 Rekomendasi Wisata di Pangandaran Libur Lebaran 2024
Lebaran sebentar lagiii, eits jangan sambil nyanyi ya bacanya. Yap libur lebaran tinggal menghitung hari, tak lengkap rasanya saat libur lebaran tidak berwisata bersama keluarga. Nah buat kalian yang punya agenda libur lebaran ke Pangandaran jangan skip artikel ini ya.
-
Wisata Pangandaran, Ramai Dikunjungi Wisatawan Pada Akhir Pekan Menjelang Libur Natal 2023.
Pada akhir pekan sebelum liburan Natal 2023, pantai Pangandaran dipenuhi oleh wisatawan domestik. myPangandaran melaporkan bahwa wisatawan mulai berdatangan tadi malam dan pagi ini. Memang, mencari akomodasi menjadi semakin sulit.
-
Adi Sumaryadi Libur Natal, Pantai Pangandaran Harus Bisa Tangkal Hoax Yang Biasa Beredar
Libur Natal dan Tahun Baru merupakan high season untuk kunjungan ke Pangandaran, apalagi ditambah dengan libur semester anak sekolah. Namun, momen ini sering dimanfaatkan oleh para penyebar hoax tentang pantai Pangandaran, entah itu hoax, jika Pangandaran ditutup, ada bencana di Pangandaran atau hoax lainnya.